“Bapak tarik nafas panjang.. keluarkan.. tarik
nafas.. tahan! Sudah, nafas biasa..” itulah dialogku setiap hari. Aku seorang
Radiografer. Sebagian orang memang awam dengan profesi radiografer. Terkadang
mereka beranggapan “Ooo.. yang penyiar radio to?” atau mungkin juga tukang
benerin radio. Aku memang tukang, tukang foto, istilah kerennya “tukang foto
ronsen” bukan cuman foto rontgen,
tapi banyak lagi alat di radiologi yang membantu mendiagnosa penyakit.
Tuban,
Juni 2013
“Setelah lulus mau jadi apa aku nantinya?”. Aku
berada pada persimpangan jalan, saat aku gagal SNMPTN dan SBMPTN pada pilihanku
menjadi perawat seperti Ayahku, maka dari itu aku mencoba menawar impianku “Tak
jadi perawat, tak apalah.. yang penting kerja di rumah sakit” pikirku saat itu.
Campus Expo!!
Waktunya bangun, cari pencerahan. Memasuki pintu utama, pandanganku tertuju
pada banner tulisan besar “KESEHATAN”.
Aku menghampiri stand itu dan itu
adalah stand Politeknik Kesehatan
(Poltekkes). Mainsetku saat itu
adalah, untuk jurusan perawat lebih baik kuliah di universitas dengan gelar
sarjana daripada diploma, padahal belum tentu hmmmmm “Bye-bye perawat,
jalanku bukan jalanmu”. Kukumpulkan semua brosur Poltekkes dan menjadi makin
galau dengan banyak pilihan. Fisioterapi? Gizi? Kesehatan Lingkungan? Elektro
Medis? Radiologi? Keperawatan Gigi? “Aaaahhh.. pusinggg...” akhirnya ku
putuskan untuk... PULANG DULU hehehe.
Sesampainya di rumah, ku list semua jurusan yang ada di brosur dan ku googling prospek kerja semua jurusan itu. Ada satu jurusan yang membuatku
penasaran. Radiologi, ilmu kedokteran yang menggunakan radiasi untuk
mendiagnosa suatu penyakit. Aku jadi ingat waktu aku SMP, waktu aku jatuh dan
tanganku di gyps. Aku dironsen dan dari hasil foto itu diketahui kalau
pergelangan tangan kananku dislokasi, digyps deh.. supaya kembali pada posisi semula. Rontgen?? Sinar ajaib yang bisa melihat menembus hingga ke tulang
dan bisa membantu mengembalikan tanganku seperti semula dan aku baru tahu kalau
petugas yang memfoto tanganku itu namanya Radiografer. “Ooo.. tukang foto
ronsen itu namanya Radiografer?” Akhirnya, SUDAH KUPUTUSKAN.. Bismillah.
Semarang,
tahun 2013
Kuliah, jauh dari orang tua, merantau dan hidup
mandiri. Tahun pertama kuliah aku mulai mendalami radiologi. Tentang sinar-X
lah, radiasi lah, juga menghafal anatomi dari bagian terkecil, ruas-ruas jari pun
ada namanya sendiri-sendiri. Semakin lama aku mulai menyadari, radiasi memang
bahaya, tapi kalau dibandingkan dengan manfaat bagi pasien itu, jauh lebih
besar manfaatnya. Untuk Aku, radiografer, radiasi memang bahaya jika tidak tahu
prinsipnya, aman karena ada yang namanya proteksi radiasi dan ditambah makan
makanan yang bergizi agar lebih sehat dan kuat.
Tahun kedua mulai terjun ke lapangan. Di rumah sakit
yang dihadapi adalah pasien, manusia yang sebenarnya, bukan boneka lagi. Aku
kuliah di Semarang, maka kebanyakan praktinya di Jawa Tengah dan penempatannya
pun diacak, beja beji. Praktik Kerja
Lapangan (PKL) pertamaku di Boyolali, kota yang tak terlalu jauh dari Semarang.
Boyolali,
Desember 2014
Boyolali tersenyum. Boyolali kota susu, dimana-mana
banyak patung sapi hehehe. PKL
pertama, tegang dan masih takut-takut salah. Disini kita benar-benar
mengerjakan pasien seperti radiografer sungguhan. Di PKL 1 kita wajib bisa foto
Thorax. Pemeriksaan yang paling sering dengan mantra
ajaibnya “Tarik nafas.. tahan..” gunanya untuk melihat lapangan paru mengembang
sempurna.
Purwokerto,
Mei 2014
PKL selanjutnya nyong
PKL nang Purwokerto, kota dengan
logat ngapaknya. Target pemeriksaan yang harus dikuasai pun lebih tinggi bukan
sekedar foto seperti di PKL 1, namanya foto kontras. Pemeriksaan yang paling
melekat di ingatan adalah waktu memasukkan obat kontas ke tititnya embah-embah. Ya.. kita memegang dan menarik penis alias
burungnya pasien dan masukkan obat lewat suntikan, agar ketika di foto
kelihatan saluran kencingnya, jadi bisa dilihat ada penyempitan salurannya atau
tidak. Hebat Radiasi! Hebat juga radiografernya yang pegang tititnya embah-embah hehehe.
Karanganyar,
November 2015
Sepertinya di PKL ini banyak liburannya, explore Karanganyar dan Solo. Tapi
prioritas tetap PKL, di sini targetnya CT-Scan. Alat besar yang ada lubang
besarnya, jadi saat diperiksa pasien serasa masuk di terowongan. CT-Scan ini
hebat, bisa memotong tubuh kita dari berbagai sisi, dari atas, samping, tengah,
sehingga bisa melihat berbagai sisi dari tubuh yang diperiksa. Seperti saat
kita memotong semangka menjadi dua atau beberapa bagian, kita bisa melihat
permukaan bagian dalam semangka.
Surabaya-Semarang,
tahun 2016 dan 2017
Setiap kota PKL memiliki kesan, kenangan, cerita dan
kulinernya masing-masing. Tetap dengan kulinernya, kalau tak suka makanannya,
tidak akan betah di kota orang. Boyolali dengan soto dan olahan susunya,
Purwokerto dengan mendoan favoritku, Karanganyar dengan tengkleng dan selat matahari.
Makanan-makanan itu yang teringat di perut dan lidahku. PKL sambil kulineran
sambil wisata, tetapi tetap.. kewajiban tugas PKL dan target PKL no 1. PKL
mengarungi berbagai kota, mungkin karena itu juga aku berpindah-pindah kota
saat kerja. Dalam 1 tahun aku kerja di 3 rumah sakit, berpindah-pindah. Ya..,
kerja, resign, pindah kerja resign lagi. Di rumah sakit Sidoarjo,
Lamongan, bahkan my home sweet hometown:
Tuban. Sidoarjo 3 bulan, Lamongan 6 bulan, Tuban 6 bulan, kurang lebih segitu
lah ya.. Awal Januari 2018 aku masih di Sidoarjo, bulan berikutnya aku resign dan pindah Lamongan, di bulan
Agustus ada lowongan di Tuban, aku daftar dan diterima. Nakal ya..
pindah-pindah terus.. Bukan karena tidak betah, tapi karena ada kesempatan dan
ada lowongan yang lebih baik. Manusia tak pernah ada puasnya.
Tahun 2019, kini Aku jadi seorang radiografer di
rumah sakit dan pegawai negeri, di kota yang sama sekali tak ada pada
banyanganku dulu, di kota Batu. Merantau lagi, mulai dari awal lagi, adaptasi.
Kerja dengan hati ikhlas bismillah akan membuahkan hasil, ingat proses
panjangnya: Kuliah, PKL, Skripsian, Wisuda, Kerja.. Step by step. Semuanya perlu proses dan di setiap prosesnya ada
cerita masing-masing.
Step
1 Bismillah.
Step
2 Berusaha.
Step
3 Gagal? Yakin, Allah punya rencana yang lebih hebat.
Step
4 Berjuang lagi, sabar.
Step
5 Istiqomah, jalani aja dulu. Yakin, disetiap perjalanan ada pelajaran dan hikmahnya.
Step-Step lainnya, Allah selalu bersamamu. Bahagia selalu
dan bersyukur. Alhamdulillah J