Rabu, 15 Mei 2019

Step by Step

“Bapak tarik nafas panjang.. keluarkan.. tarik nafas.. tahan! Sudah, nafas biasa..” itulah dialogku setiap hari. Aku seorang Radiografer. Sebagian orang memang awam dengan profesi radiografer. Terkadang mereka beranggapan “Ooo.. yang penyiar radio to?” atau mungkin juga tukang benerin radio. Aku memang tukang, tukang foto, istilah kerennya “tukang foto ronsen” bukan cuman foto rontgen, tapi banyak lagi alat di radiologi yang membantu mendiagnosa penyakit.
Radiografer, bukan cita-citaku sejak kecil. Anak kecil mana yang tahu radiografer itu apa. Cita-citaku sejak kecil, standar.. seperti cita-cita anak kecil pada umumnya yaitu dokter, perawat dan guru, berubah-ubah dari waktu ke waktu, namanya juga anak kecil. Ayahku seorang perawat, makanya aku juga ingin kerja di bidang kesehatan. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Setelah itu, mainsetku dari kecil adalah harus kerja di bidang kesehatan. Rencana tetaplah rencana, takdir dari Allah SWT yang menentukan.

Tuban, Juni 2013
“Setelah lulus mau jadi apa aku nantinya?”. Aku berada pada persimpangan jalan, saat aku gagal SNMPTN dan SBMPTN pada pilihanku menjadi perawat seperti Ayahku, maka dari itu aku mencoba menawar impianku “Tak jadi perawat, tak apalah.. yang penting kerja di rumah sakit” pikirku saat itu.
Campus Expo!! Waktunya bangun, cari pencerahan. Memasuki pintu utama, pandanganku tertuju pada banner tulisan besar “KESEHATAN”. Aku menghampiri stand itu dan itu adalah stand Politeknik Kesehatan (Poltekkes). Mainsetku saat itu adalah, untuk jurusan perawat lebih baik kuliah di universitas dengan gelar sarjana daripada diploma, padahal belum tentu hmmmmmBye-bye perawat, jalanku bukan jalanmu”. Kukumpulkan semua brosur Poltekkes dan menjadi makin galau dengan banyak pilihan. Fisioterapi? Gizi? Kesehatan Lingkungan? Elektro Medis? Radiologi? Keperawatan Gigi? “Aaaahhh.. pusinggg...” akhirnya ku putuskan untuk... PULANG DULU hehehe.
Sesampainya di rumah, ku list semua jurusan yang ada di brosur dan ku googling prospek kerja semua jurusan itu. Ada satu jurusan yang membuatku penasaran. Radiologi, ilmu kedokteran yang menggunakan radiasi untuk mendiagnosa suatu penyakit. Aku jadi ingat waktu aku SMP, waktu aku jatuh dan tanganku di gyps. Aku dironsen dan dari hasil foto itu diketahui kalau pergelangan tangan kananku dislokasi, digyps deh.. supaya kembali pada posisi semula. Rontgen?? Sinar ajaib yang bisa melihat menembus hingga ke tulang dan bisa membantu mengembalikan tanganku seperti semula dan aku baru tahu kalau petugas yang memfoto tanganku itu namanya Radiografer. “Ooo.. tukang foto ronsen itu namanya Radiografer?” Akhirnya, SUDAH KUPUTUSKAN.. Bismillah.

Semarang, tahun 2013
Kuliah, jauh dari orang tua, merantau dan hidup mandiri. Tahun pertama kuliah aku mulai mendalami radiologi. Tentang sinar-X lah, radiasi lah, juga menghafal anatomi dari bagian terkecil, ruas-ruas jari pun ada namanya sendiri-sendiri. Semakin lama aku mulai menyadari, radiasi memang bahaya, tapi kalau dibandingkan dengan manfaat bagi pasien itu, jauh lebih besar manfaatnya. Untuk Aku, radiografer, radiasi memang bahaya jika tidak tahu prinsipnya, aman karena ada yang namanya proteksi radiasi dan ditambah makan makanan yang bergizi agar lebih sehat dan kuat.
Tahun kedua mulai terjun ke lapangan. Di rumah sakit yang dihadapi adalah pasien, manusia yang sebenarnya, bukan boneka lagi. Aku kuliah di Semarang, maka kebanyakan praktinya di Jawa Tengah dan penempatannya pun diacak, beja beji. Praktik Kerja Lapangan (PKL) pertamaku di Boyolali, kota yang tak terlalu jauh dari Semarang.

Boyolali, Desember 2014
Boyolali tersenyum. Boyolali kota susu, dimana-mana banyak patung sapi hehehe. PKL pertama, tegang dan masih takut-takut salah. Disini kita benar-benar mengerjakan pasien seperti radiografer sungguhan. Di PKL 1 kita wajib bisa foto Thorax. Pemeriksaan yang paling sering dengan mantra ajaibnya “Tarik nafas.. tahan..” gunanya untuk melihat lapangan paru mengembang sempurna.

Purwokerto, Mei 2014
PKL selanjutnya nyong PKL nang Purwokerto, kota dengan logat ngapaknya. Target pemeriksaan yang harus dikuasai pun lebih tinggi bukan sekedar foto seperti di PKL 1, namanya foto kontras. Pemeriksaan yang paling melekat di ingatan adalah waktu memasukkan obat kontas ke tititnya embah-embah. Ya.. kita memegang dan menarik penis alias burungnya pasien dan masukkan obat lewat suntikan, agar ketika di foto kelihatan saluran kencingnya, jadi bisa dilihat ada penyempitan salurannya atau tidak. Hebat Radiasi! Hebat juga radiografernya yang pegang tititnya embah-embah hehehe.

Karanganyar, November 2015
Sepertinya di PKL ini banyak liburannya, explore Karanganyar dan Solo. Tapi prioritas tetap PKL, di sini targetnya CT-Scan. Alat besar yang ada lubang besarnya, jadi saat diperiksa pasien serasa masuk di terowongan. CT-Scan ini hebat, bisa memotong tubuh kita dari berbagai sisi, dari atas, samping, tengah, sehingga bisa melihat berbagai sisi dari tubuh yang diperiksa. Seperti saat kita memotong semangka menjadi dua atau beberapa bagian, kita bisa melihat permukaan bagian dalam semangka.

Surabaya-Semarang, tahun 2016 dan 2017
PKL selanjutnya aku selalu PKL di rumah sakit Surabaya, lumayan bisa mudik di sela-sela PKL. Targetnya manajemen, pendalaman CT-Scan dan MRI. Di Surabaya juga tempatku ambil data untuk skripsiku. Hari-hariku ambil data, bimbingan, revisi. Hingga akhirnya tahun 2017 aku WISUDA. Happy Graduation!! Sekarang pertanyaan yang terpatri di kepalaku adalah “Setelah lulus mau kerja dimana aku nantinya?” .
Setiap kota PKL memiliki kesan, kenangan, cerita dan kulinernya masing-masing. Tetap dengan kulinernya, kalau tak suka makanannya, tidak akan betah di kota orang. Boyolali dengan soto dan olahan susunya, Purwokerto dengan mendoan favoritku, Karanganyar dengan tengkleng dan selat matahari. Makanan-makanan itu yang teringat di perut dan lidahku. PKL sambil kulineran sambil wisata, tetapi tetap.. kewajiban tugas PKL dan target PKL no 1. PKL mengarungi berbagai kota, mungkin karena itu juga aku berpindah-pindah kota saat kerja. Dalam 1 tahun aku kerja di 3 rumah sakit, berpindah-pindah. Ya.., kerja, resign, pindah kerja resign lagi. Di rumah sakit Sidoarjo, Lamongan, bahkan my home sweet hometown: Tuban. Sidoarjo 3 bulan, Lamongan 6 bulan, Tuban 6 bulan, kurang lebih segitu lah ya.. Awal Januari 2018 aku masih di Sidoarjo, bulan berikutnya aku resign dan pindah Lamongan, di bulan Agustus ada lowongan di Tuban, aku daftar dan diterima. Nakal ya.. pindah-pindah terus.. Bukan karena tidak betah, tapi karena ada kesempatan dan ada lowongan yang lebih baik. Manusia tak pernah ada puasnya.
Tahun 2019, kini Aku jadi seorang radiografer di rumah sakit dan pegawai negeri, di kota yang sama sekali tak ada pada banyanganku dulu, di kota Batu. Merantau lagi, mulai dari awal lagi, adaptasi. Kerja dengan hati ikhlas bismillah akan membuahkan hasil, ingat proses panjangnya: Kuliah, PKL, Skripsian, Wisuda, Kerja.. Step by step. Semuanya perlu proses dan di setiap prosesnya ada cerita masing-masing.
Step 1 Bismillah.
Step 2 Berusaha.
Step 3 Gagal? Yakin, Allah punya rencana yang lebih hebat.
Step 4 Berjuang lagi, sabar.
Step 5 Istiqomah, jalani aja dulu. Yakin, disetiap perjalanan ada pelajaran dan hikmahnya.
Step-Step lainnya, Allah selalu bersamamu. Bahagia selalu dan bersyukur. Alhamdulillah J
http://adiwidget.com/flash/adiClock_Islamic_01s.swf